Menurut Aharony dan
Swary (1980) dalam Nurhidayati
(2006) mengemukakan
bahwa informasi yang diberikan pada saat pengumuman dividen lebih berarti
daripada pengumuman earning. Bagi para investor, dividen merupakan hasil
yang diperoleh dari saham yang dimiliki, selain capital gain yang
didapat apabila harga jual saham lebih tinggi dibanding harga belinya. Dividen
tersebut didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang dihasilkan dari
operasi perusahaan.
The dividend should be
distributed to the shareholders in order to maximize their wealth as they have
invested their money in the expectation of being made better off financially (Prasanna Chandra;1997 dalam Azhagaiah dan Sabari:181).
Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:253) merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakn dividen (dividend policy)
merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan
dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk
menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Kebijakan dividen menurut Gitman (2000) dalam Lani
Siaputra (2005:72) adalah rencana tindakan yang harus diikuti dalam membuat
keputusan dividen.
Menurut
Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002:305), perusahaan akan tumbuh dan berkembang,
kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri
dari laba yang ditahan dan laba yang dibagikan.Pada tahap selanjutnya laba yang
ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan
pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari:
laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut.
Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang
saham berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan
dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan.
Menurut James C. Van Horne (2002), evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen
terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan
dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba di tahan.
Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh akan
ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham
sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi
dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba
untuk mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan
untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan
di distribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada
kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan.
Kebijakan dividen dalam Werner R.Murhadi (2008:4)
merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dengan pengeluaran biaya yang cukup
mahal, karena perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk
keperluan pembayaran dividen. Perusahaan umumnya melakukan pembayaran
dividen yang stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen.
Hanya perusahaan dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan
yang cerah, yang mampu untuk membagikan dividen. Banyak perusahaan yang selalu
mengkomunikasikan bahwa perusahaannya memiliki prospektif dan menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan
untuk membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan yang membagikan
dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek
kedepan yang cerah dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen
yang telah ditetapkan pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke
depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi.
Dividend is the share of a company's net profits
distributed by the company to a class of its stockholders. The dividend is paid
in a fixed amount for each share of stock held. Although most companies make
quarterly payments in cash (checks), dividends also may be in the form of
property, scrip, or stock (Farlex
Financial Dictionary,2009).
Dividend
Policy is the
amount of a dividend
that a publicly-traded company
decides to pay out to shareholders.
The dividend policy may change from time to time. Factors affecting a dividend
policy include the company's earnings
for the relevant period and its expected performance in the near future. Many
companies, especially startups, have a rather stingy dividend policy because
they plow back
much of their earnings into further development. Established companies, such as
blue chips,
tend to have relatively liberal dividend policies. However, some research,
notably Miller and Modigliani's irrelevance proposition, suggests that a company's dividend
policy does not impact its performance in any way. See also: Dividend clientele,
Signaling approach (Farlex
Financial Dictionary,2009).
Pengumuman dividen
merupakan salah satu informasi yang akan direspon oleh pasar.
Menurut Arifin (1993) dalam Nurhidayati
(2006:24), pengumuman dividen dan pengumuman laba pada
periode sebelumnya adalah dua jenis pengumuman yang paling sering digunakan
oleh para manajer untuk menginformasikan prestasi dan prospek perusahaan.
Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:255-256) sejauh
ini pembahasan dividen hanya menyangkut aspek-aspek teoritis dari kebijakan dividen. Namun, ketika perusahaan menetapkan suatu kebijakan dan
memperhatikan sejumlah hal, pertimbangan-pertimbangan ini harus dikaitkan
kembali ke teori pembayaran dividen dan penilaian perusahaan. Beberapa
pertimbangan manajer dalam pembayaran dividen antara lain:
1.
Kebutuhan dana bagi perusahaan
Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin
kecil kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan digunakan
terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru sisanya untuk pembayaran dividen.
2.
Likuiditas perusahaan
Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan
utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, maka
semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, semakin besar
pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin
memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar
mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar
dividen dalam jumlah yang besar.
3.
Kemampuan untuk meminjam
Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk
menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila
perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini
merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar
dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang,
manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas
perusahaan.
4.
Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang
Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang
sering mencantumkan pembatasan terhadap pembayaran dividen. Pembatasan ini
digunakan oleh para kreditur untuk menjaga kemampuan perusahaan tersebut
membayar hutangnya. Biasanya, pembatasan ini dinyatakan dalam persentase
maksimum dari laba kumulatif. Apabila pembatasan ini dilakukan, maka manajemn
perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para
kreditur, karena dengan demikian manajemen tidak harus mempertanggungjawabkan
penahanan laba kepada para pemegang saham. Manajemen hanya perlu mentaati
pembatasan tersebut.
5.
Pengendalian perusahaan
Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka
perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan
sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan.
Dividen
diumumkan secara priodik oleh dewan direktur. Biasanya tiap setengah tahun atau
tiap satu tahun. Pembayaran dividen menjadi sulit karena komposisi pemegang
saham berubah-ubah. Pengukuran jual-beli saham sangat cepat berubah-ubah.
Karena cepatnya perpindahan pemegang saham maka sulit untuk dipantau daftar
pemegang saham. Dividen mengkin dapat diberikan kepada pemegang saham baru lima
hari kerja setelah pembelian saham (Sunariyah, 2004).
Sedangkan beberapa faktor yang
menentukan dan mempengaruhi dalam pembuatan kebijakan dividen menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M.(2002) antara
lain:
1.
Posisi likuiditas perusahaan.
Makin kuat posisi likuiditas perusahaan makin besar
dividen yang dibayarkan.
2.
Kebutuhan dana untuk membayar hutang.
Apabila sebagian besar laba digunakan untuk membayar hutang maka sisanya yang digunakan untuk membayar dividen
makin kecil
3.
Rencana perluasan usaha.
Makin besar perluasan usaha perusahaan, makin berkurang
dana yang dapat dibayarkan untuk dividen.
4.
Pengawasan terhadap perusahaan.
Kebijakan pembiayaan: untuk ekspansi dibiayai dengan dana dari sumber
intern antara lain: laba. Dengan pertimbangan: apabila dibiayai dengan
penjualan saham baru ini akan melemahkan kontrol dari kelompok pemegang saham
dominan. Karena suara pemegang saham mayoritas berkurang.
Menurut
J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998), faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam kebijakan dividen adalah:
1.
Undang-Undang
(UU)
Undang-Undang
menentukan bahwa dividen harus dibayar dari laba, baik laba tahun berjalan
maupun laba tahun lalu yang ada dalam pos “laba ditahan” dalam neraca.
2.
Posisi
likuiditas
Laba ditahan biasanya
diinvestasikan dalam aktiva yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Laba
ditahan dari yahun-tahun lalu sudah diinvestasikan pada pabrik, peralatan,
persediaan, dan aktiva lainnya; laba tersebut tidak di simpan dalam bentuk kas.
3.
Kebutuhan
untuk melunasi hutang
Apabila perusahaan mengambil
hutang untuk membiayai ekspansi atau untuk mengganti jenis pembiayaan yang
lain, perusahaan tersebut menghadapi dua pilihan. Perusahaan dapat membayar
hutang itu pada soal jatuh tempo dan menggantikannya dengan jenis surat
berharga yang lain.
4.
Tingkat
laba
Tingkat hasil pengembalian atas aktiva
yang diharapkan akan menentukan pilihan relatif untuk membayar laba tersebut
dalam bentuk dividen pada pemegang saham atau menggunakannya di perusahaan
tersebut.
Hal
yang paling penting dari kebijakan dividen adalah apakah memungkinkan untuk
mempengaruhi kekayaan pemegang saham dengan mengubah rasio pembayaran dividen,
yaitu kebijakan dividen (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998:105).
Beberapa teori kebijakan dividen yang di kemukakan oleh Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002) antara
lain:
Asumsi-asumsi pendapat ini lemah:
a.
Pasar modal sempurna dimana semua investor adalah
rasional. Kenyataannya sulit ditemui pasar modal yang sempurna.
b.
Tidak ada biaya emisi saham baru, kenyataannya biaya
emisi saham baru (flotation cost) itu
masih ada.
c.
Tidak ada pajak, kenyataannya pajak pasti ada.
d.
Kebijakan investasi perusahaan tidak berubah, prakteknya
kebijakan investasi perusahaan pasti berubah.
Beberapa ahli menentang pendapat Modigliani dan Miller
mengenai dividen tidak relevan dengan menunjukkan bahwa adanya: biaya emisi
saham baru akan mempengaruhi nilai perusahaan. Perusahaan lebih suka
menggunakan laba ditahan daripada menerbitkan saham baru. Ada kemungkinan laba
ditahan tidak cukup besar sehingga perusahaan harus menerbitkan saham baru.
Semakin besar target laba ditahan, semakin kecil kemungkinan perusahaan
menerbitkan saham baru. Karena biaya modal sendiri ditentukan oleh
besar-kecilnya laba ditahan yang ditentukan dividen (Dr.Dermawan Sjahrial,
M.M.,2002: 312-313).
2.
Teori the bird in
the hand
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa, biaya modal sendiri
(Ks) perusahaan akan naik jika Dividend
Payout Ratio (DPR) rendah karena investor lebih suka menerima dividen
dibanding capital gain. Karena dividend yield lebih pasti.
Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner
merupakan suatu kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali
menginvestasikan dividen yang diterima pada perusahaan yang sama atau
perusahaan yang memiliki resiko yang hampir sama.
3.
Teori perbedaan pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy.
Karena adanya pajak terhadap dividen dan capital gain, para investor lebih
menyukai capital gain karena dapat
menunda pembayaran pajak.
4.
Teori signaling
hypothesis
Menyatakan bahwa, jika ada kenaikan dividen sering kali diikuti dengan
kenaikan harga saham. Demikian pula sebaliknya. Menurut Modigliani dan Miller
kenaikan dividen biasanya merupakan suatu signal
(tanda) kepada para investor, bahwa manajemen perusahaan meramalkan suatu
penghasilan yang baik di masa mendatang. Sebaliknya, suatu penuruna dividen
atau kenaikan dividen yang dibawah normal (dari biasanya) diyakini investor sebagai pertanda bahwa perusahaan menghadapi masa
sulit diwaktu mendatang.
Dividend signaling
theory pertama kali dicetuskan oleh Bhattacharya (1979). Dividend
signaling theory mendasari dugaan bahwa pengumuman
perubahan cash dividend mempunyai kandungan informasi yang mengakibatkan
munculnya reaksi harga saham. Teori ini menjelaskan bahwa informasi tentang cash
dividend yang dibayarkan dianggap investor sebagai sinyal prospek
perusahaan di masa mendatang. Adanya anggapan ini disebabkan terjadinya asymetric
information antara manajer dan investor, sehingga para investor menggunakan
kebijakan dividen sebagai sinyal tentang prospek perusahaan. Apabila terjadi
peningkatan dividen akan dianggap sebagai sinyal positif yang berarti
perusahaan mempunyai prospek yang baik, sehingga menimbulkan reaksi harga saham
yang positif. Sebaliknya, jika
terjadi penurunan dividen akan dianggap sebagai sinyal negatif yang berarti
perusahaan mempunyai prospek yang tidak begitu baik, sehingga menimbulkan
reaksi harga saham yang negatif (Suluh Pramastuti,2007:8).
5.
Teori clientele effect
· Kelompok (Clientele)
pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap
kebijakan dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang membutuhkan
penghasilan pada saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio (DPR) yang tinggi.
· Jika ada perbedaan pajak bagi individu dapat
menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang jika perusahaan membagi
dividen yang kecil. Dengan demikian, maka kelompok pemegang saham yang
dikenakan pajak lebih tinggi menyukai capital
gain.
Ada
beberapa bentuk pemberian dividen secara tunai atau cash dividend yang
diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham. Berikut ini beberapa bentuk
kebijakan dividen menurut Sutrisno (2003) adalah:
1)
Kebijakan
pemberian dividen stabil
Kebijakan pemberian
dividen yang stabil ini artinya dividen akan diberikan secara tetap
perlembarnya untuk jangka waktu tertentu walaupun laba yang diperoleh
perusahaan berfluktuasi. Dividen stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun,
dan kemudian bila laba yang diperoleh meningkat dan peningkatannya baik dan stabil, maka deviden juga akan
ditingkatkan untuk selanjutnya dipertahankan selama beberapa tahun. Kebijakan
pemberian dividen yang stabil ini banyak dilakukan oleh perusahaan, karena
beberapa alasan yakni (1) bisa meningkatkan harga saham, sebab dividen yang stabil dan dapat diprediksi
dianggap mempunyai resiko yang kecil, (2) bisa memberikan kesan kepada para
investor bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik dimasa yang akan datang,
(3) akan menarik investor yang memanfaatkan dividen untuk keperluan konsumsi, sebab
dividen selalu dibayarkan.
2)
Kebijakan
deviden yang meningkat
Dengan kebijakan ini,
perusahaan akan membayarkan dividen
kepada pemegang saham dengan jumlah yang selalu meningkat dengan pertumbuhan
yang stabil.
3)
Kebijakan
dividen
dengan rasio yang kostan
Kebijakan ini
memberikan dividen
yang besarnya mengikuti besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Semakin besar
laba yang diperoleh semakin besar dividen
yang dibayarkan, demikian pula sebaliknya bila laba kecil dividen yang dibayarkan juga kecil. Dasar
yang digunakan sering disebut dividend payout ratio (DPR).
4)
Kebijakan
pemberian dividen
regular yang rendah ditambah ekstra
Kebijakan pemberian dividen dengan cara ini, perusahaan
menentukan jumlah pembayaran dividen
per lembar yang dibagikan kecil, kemudian ditambahkan dengan ekstra dividend
bila keuntungannya mencapai jumlah tertentu.
Kebijakan dividen stabil menurut Dr.Dermawan Sjahrial,
M.M.(2002: 317) adalah jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap
tahunnya relatif lengkap selama jangka waktu tertentu meskipun laba per lembar
saham per tahunnya berfluktuatif.
Menurut Dr.Dermawan Sjahrial, M.M., (2002) alasan-alasan
dilaksanakannya kebijakan pembayaran dividen stabil adalah:
1.
Memberikan penjelasan kepada para investor bahwa
perusahaan mempunyai prospek yang baik di masa-masa mendatang.
2.
Banyak pemegang saham yang hidup dari pendapatan yang
diterima dari dividen.
3.
Pada banyak Negara dalam ketentuan pasar modalnya, hanya
diijinkan menanamkan dananya dalam saham-saham yang dikeluarkan oleh perusahaan
yang menjalankan kebijakan pembayaran dividen yang stabil.
Dari
uraian tersebut, ternyata kebijakan dividen
tersebut menimbulkan dua akibat yang bertentangan, oleh karena itu penentuan
besarnya dividen
yang dibagikan kepada pemegang saham menjadi sangat penting dan merupakan tugas
manajer keuangan yang harus mampu menentukan kebijakan yang akan menyeimbangkan
dividen
saat ini dan tingkat pertumbuhan dividen
di masa yang akan datang agar memaksimumkan harga saham.
Dividen
dipengaruhi oleh banyak variabel. Contoh, arus kas dan kebutuhan investasi
suatu perusahaan mungkin berubah-ubah dengan cepat sehingga sulit untuk
menentukan jumlah dividen tetap yang tinggi. Di pihak lain, perusahaan mungkin
menginginkan pembayaran dividen yang tinggi untuk menyalurkan dana yang tidak
di butuhkan untuk investasi (J. Fred Weston dan Thomas E. Copeland (1998)
Hubungan
positif antara kebijakan pembayaran dividen dan pergerakan harga saham telah
didokumentasikan oleh beberapa peneliti. Studi klasik yang dilakukan oleh
Linter (1956) dalam
Werner R. Murhadi (2008) memperoleh hasil :
1)
Perusahaan
lebih menekankan pembayaran dividen yang stabil, dan
2)
Earning
merupakan faktor
penentu utama dalam kebijakan dividen.